• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Saturday

Dika sayang Ayah

 Dari : Muhammad Aswanda

“Sudah berapa kali aku katakan, bawa jauh-jauh anak cacat itu dari hadapanku,” Seorang lelaki berkata kasar pada seorang perempuan dan anak kecil yang menangis dalam pelukannya, Perempuan itu memeluk erat anak semata wayangnya yg ketakutan.

“Cukup Ray, kau tak perlu berkata kasar seperti itu,”Perempuan itu berkata tak kalah keras membuat lelaki yg terduduk dikursi ruang tengah itu menatapnya tajam, kemudian perempuan itu melanjutkan perkataannya,”biar bagaimanapun juga, ingatlah dia anakmu.”

“Haha, jangan bermimpi aku tak sudi memiliki anak cacat sepertinya,”Lelaki itu menghisap rokok yang baru dinyalakannya dan mengacuhkan keduanya.

“Kau benar-benar tak berhati,”Perempuan itu berkata sambil membawa anaknya menjauh dari suaminya. Nampak wajah kecewa sang istri akan sikap suaminya itu.

Ray dan Ria adalah pasangan suami istri yang hidup berkecukupan yang menetap dijakarta, dua tahun menjalani rumah tangga, akhirnya hadir buah hati ditengah kesunyian mereka, Andika Muhammad Navaro, atau Dika, ia lahir secara premature, dan saat lahirpun suatu keanehan terjadi, bayi mungil itu lahir tampa tangis, dan itu membuat Ria khawatir setelah melalui pemeriksaan ternyata anak mereka dinyatakan Bisu, sejak mengetahui bahwa Dika bisu, sikap Ray seketika berubah, entah malu atau apa, ia sama sekali tidak ingin mengakui Dika sebagai anaknya, walau begiitu Ria sangat menyangi Dika, baginya dika adalah Senyum untuknya.

Dika kini telah tumbuh menjadi anak yang tegar, usianya kini beranjak delapan tahun, walau bisu tapi ia tak pernah mengeluh, justru ia sangat ramah pada semua orang, hanya senyum yang selalu ia berikan pada mereka, senyumnya lebih dari sebuah kata yg terucap,Karena itu Dika sangat disayangi oleh para tetangga dan ia memiliki banyak teman.

Dengan berat hati Ria membawa Dika menjauh dari ayahnya,digenggmanya erat tangan dika yang kedinginan,Ria menuntun Dika berjalan kekamarnya dan membantunya berbaring diranjang, dengan cinta Ria mencium kening Dika yang mulai memejamkan matanya.
“Maafin mama Dika,apapun yang terjadi Dika harus selalu ingat, bahwa mama akan selalu ada disamping Dika,menjadi seseorang yg selamanya menyayangi Dika,” Ria meneteskan air matanya sambil terus mengelus rambut hitam Dika yang mulai tertidur.

========================

Dika berjalan seorang diri menuju Ruang tengah, malam ini seperti malam sebelumnya ia tak bisa tidur cepat,padahal waktu telah menujukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi matanya masih sulit ia pejamkan, karena itu ia lebih memilih untuk menuntun televiisi saja diruang tengah.

Seketika langkahnya terhenti ketika melihat ayahnya tertidur pulas di depan televisi, Dika mengampirinya dan menatapnya dalam-dalam, seketika senyum terurai dari bibir tipisnya.

“Ayah Dika ganteng yah Tuhan,” hati kecil Dika berkata sambil menatap ayahnya yang tertidur pulas diruang tengah.

Dika menatap sekeliling mencari sesuatu,tapi Dika berjalan balik kearah kamarnya dan kembali lagi keruang tengah dengan selimut ditangannya.

Pelan-pelan Dika menyelimuti sang Ayah yg masih tertidur, lalu dika membersihkan beberapa bedu rokok yang terjatuh dilantai dan membuangnya keasbak dimeja samping.

Sudah beberapa minggu terakhir ini, Ray lebih memilih untuk tidur diruang tengah ketimbang dikamarnya bersama Ria, sepertinya keduanya masih saling marahan dan enggan meminta maaf. Dika tak tau mengapa sang ayah selallu tidur diruang tengah, saat ia mencoba menanyakan itu pada ibunya, dengan lembut ibunya menjawab,”Ayahmu harus mengerjakan beberapa pekerjaan, dan ia tak ingin mengganggu tidur ibu, karena itu ia selalu tertidur diruang tengah, karena kelelahan.”

==============================

Diary Dika (8thn)
Tuhan,mengapa tuhan menciptakan dika jika dika tak sempurna seperti mereka??
Dika tau Dika tak boleh menyesali apa yang telah dika miliki,bunda selalu ngajarin Dika agar selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki,walaupun itu tak seindah milik orang lain.

Dika gak sedih kok tuhan, Tuhan bisa lihat dika tersenyum sekarang, ini tulus loh J
Kalau dika sedih, bunda pasti sedih, karena itu dika akan selalu tersenyum didepan Bunda.
Tapi tuhan, apa suatu saat nanti ayah akan mencintai Dika,?
Kalau iya, kapan?

Dika udah gak sabar pingin ngerasain dipeluk ayah,dianterin ayah sekolah, dan main bola bareng ayah seperti anak lainnya.
Suatu saat nanti itu semua akan terwujudkan Tuhan??
Walaupun ayah benci Dika, sampai kapanpun Dika akan selalu mencintai ayah.

Dika sayang ayah..

==============================

Diary Dika (9THN)
Tuhan apa segitu bencinya ayah sama Dika,?
Lalu kenapa ayah begitu membenci Dika??

Apa Dika punya salah sama ayah, kalau iya Dika akan tulus minta maaf kok,Kalau memang kehadiran Dika buat ayah susah, Dika rela kok tinggal bareng tuhan,ambil ajah nyawa Dika, asal ayah gak benci lagi sama Dika.

Dika mau sekali ajah ayah peluk Dika saat dika ketakutan dan bantuin Dika ngerjain PR yang menurut Dika susah.
Tuhan apa mimpi Dika akan terwujud??

“Dika, kamu butuh uang untuk beli sesuatu?”Tanya Ria sambil menatap Dika yang mengangguk.
Ria menghentikan memotong sayur dan menatap Dika yang berdiri disampingnya.
“Memang uang itu untuk apa?”Tanya Ria lembut membuat Dika terdiam sejenak.

“A..A..A..” Dika mencoba menjawab pertanyaan sang bunda membuat Ria menatapnya gemas.
Ria tersenyum tipis mencoba mengerti apa yang ingin diutaran Dika,”Kamu butuh berapa?”Ria menatap Dika yang mulai berhitung dengan jemari tangannya.

Dika mengangkat lima jari tangan kanannya keatas dada dan bulatan dijari tangan kirinya,” i..aa.. a...us..”
Ria mencoba menerka angka yg tercipta dijemari keduatangan Dika,”Lima ratus ribu?” Tanya Ria membuat Dika mengangguk cepat.

Ray mencari sepatu hitamnya dideretan sepatu yang terpanpang disudut ruangan..
“Ria, sepatu kerjaku Mana?” Tanya Ray setengah berteriak pada Ria yg sedang memasak didapur,
Terdengar samar2 sahutan dari dapur,” Bukannya sepatu kerja kamu udah rusak,”

Jawaban Ria itu membuat Ray menarik nafas panjang.. bagaimana ia bisa lupa, untuk membeli sepatu kerja yang baru, kalau begini bagaimana bisa ia berangkat kekantor.
“U..at.. a..yah...” Dika menyodorkan sebuah kotak sepatu ke arah Ray yg menatapnya tajam.

Ditatapnya kardus sepatu hitam yg kini berpindah ketangannya.
“nyuri dimana kamu?” Pertanyaan Ray membuat Dika mengelengkan wajahnya cepat.
“I..KA.. A..U..LI..” Kata2 Dika membuat Ray menatapnya tajam.
Seketika sebuah tamparan mendarat tepat dipipi putih Dika,” sejak kapan, kamu belajar jadi pencuri huh?” teriak Ray keras membuat Dika menunduk.

“Ray, apa-apan kamu,” Ria menghampiri keduanya dan menatap dika yg menunduk.
“Liat anak kamu, masih kecil udah belajar jadi pencuri,” Ray mendorong tubuh kecil dika hingga terjatuh.
“Cukup Ray, jaga kata2 kamu, Dika gak mungkin mencuri.”
“Kalau begitu dari mana, dia bisa dapat uang sebanyak itu buat beli sepatu, huh?”

Ria menahan amarahnya dan membantu Dika berdiri,”asal kamu tau, uang itu aku yang kasih, dan aku gak pernah menyangka kalau uang yg aku kasih itu dika gunakan untuk membeli sepatu kerja untuk kamu,”
Ray menatap Ria tajam yg masih bicara.

“Dan kamu tau berapa harga sepatu itu, lima ratus Ribu, aku hanya memberi dika tiga ratus ribu dan sisanya Dika ambil dari uang tabungan dia, dika rela gak jadi beli robot-robotan demi beliin sepatu kerja baru buat kamu, dan kamu masih bisa-bisanya bilang kalau dika itu pencuri.”

Ray mengembalika kardus sepatu ketangan Ria,” hari ini aku bolos kerja, dan bilang sama anakmu, berhenti bersikap baik padaku, karena aku tak butuh semua itu,” Ray berkata sambil berlalu dari hadapan Ria dan Dika. Ria mengelus pelan pipi Dika yg seketika memerah akibat tamparan Ray.
“Maafin ayah kamu yah?”
Dika hanya mengangguk dan lagi-lagi ia tersenyum. Dika adalah senyum kebahagian Ria, sekarang dan selamanya.

=====================================================

Diary Dika (10thn)
Tuhan, hari ini Dika kenaikan kelas,Dika senang banget karena dika juara kelas,makasih yah tuhan, karena tuhan dika jadi semakin disayang sama bunda. Walaupun ayah gak datang waktu pembagian rapot,tapi Dika cukup senang kok, setidaknya nanti dirumah Dika bisa kasih tunjuk ayah nilai rapot Dika. Biar ayah bangga dan gak benci lagi sama Dika.

“Bunda bangga sama kamu Dika,”Ria berkata sambil menciumi rambut hitam Dika. Dika tersenyum senang.
Mereka telah tiba dirumah, tak sabar rasanya Dika ingin memberitaukan ayahnya bahwa ia juara kelas.
Dika mencari ayahnya disemua ruangan tapi ia tak mendapati Ray dimanapun, Dika terduduk sedih diruang tengah.

“Tuhan ayah Dika dimana?, kenapa ayah pergi padahalkan Dika mau ngasih tunjuk ayah hasil rapot Dika..” Dika menatap sedih rapot merah ditangannya.
Tak beberapa lama, Ray tiba dari arah timur, Dika tersenyum menyamut kedatagan sang ayah yang telah dinantinya sedari tadi.

Dika berdiri dari duduknya, ditaruhnya rapotnya dimeja samping, Dika menyalami tangan sang ayah yang menatapnya tajam, dituntunnya sang ayah higga tepat didepan kursi panjang.
Ray terduduk, espresi wajahnya masih datar, Dika membantunya membukakan sepatu dan juga jas yang Ray kenakan.

Dika berlalu dengan memegang sepasang sepatu ditangan kanannya dan jas hitam ditangan kirinya, mencoba menaruh jas dan sepatu itu ditempat biasa.
Sepergian Dika, Ray menatap Rapot merah disampignya. di raihnya rapot itu dan mulai memperhatikan setiap nilai yang tertera disana.

Tak ada nilai merah satupun, tapi tetap saja espresinya tak berubah.
Dika kembali degan secagkir kopi ditangannya, cangkir itu seraya ia letakkan diatas meja. Dika menatap sang ayah yang sedang memeperhatikan nilai Rapotnya, iapun tersenyum senang.

“Tuhan, sebentar lagi pasti ayah Dika bakal bangga sama Dika,” hati kecilnya berkata riang, tak sabar ia menunggu sang ayah mengatakan sesuatu untuknya.
Ray menutup Rapot ditangannya dan menatap Dika yang telah anteng duduk disampingnya.

“Kamu nyontek lagi?” pertanyaan Rya itupun seketika membuat Dika menggeleng.
Ria tiba menghampiri sang suami dan anaknya, “Ray, kamu gak ucapin selamat buat Dika?” Ria berdiri didepan Ray yang masih terduduk, sebetika Ray menatapnya tajam.

“Untuk apa, tak ada yang perlu dibanggakan dari hasil sebuah contekan.” Ray meraih sebutung rokok dari kemeja putihnya. Ria menatapnya geram.

“Dika tidak menyontek,nilai itu hasil kerja keras dia sendiri,” Bela Ria keras.
Dika menunduk, harapannya untuk membuat ayahnya bangga ternyata gagal lagi.
Setiap tahun memang selalu itu yang ray katakan, saat Dika mendapat nilai plus.
Mencontek??? Ray selalu bertanggapan bahwa hasil plus yang didapatkan Dika adalah hasil contekan,
“Dia itu Bisu, gak mungkin dapat nilai plus kalau tidak hasil contekan,” Timbal Ray lagi,

======================

Dika terduduk dibangku panjang lapangan sekolahnya.. ditatapya sekeliling, diriya yag tak sempurna dalam berucap, membuat sang bunda menyekolahkannya disekolah khusus anak-anak tak sempurna sepertinya atau lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa.

Anak-anak itu sama sepertinya, sebagian ada yang bisu, atau mungkin keterbelakangan mental, tapi satu yang membuat Dika sedih, megapa mereka masih bisa tersenyumm riang dan bercada gurau bersama sang ayah, sementara dirinya tidak??
Sebuah bola bundar dipeluknya erat, sesekali ia megkrucutkan bibirnya, ia ingin seperti mereka bermain bersama sang ayah dan tertawa riang..

“Ayah, wahyu gak bisa,” Seorang anak dengan tongkat ditangannya sebagai penyaggah kakinya yang tak sempurna atau lumpuh berkata pada sang ayah yang sedang mengajarinya menendang bola dengan kaki kirinya.

“Kalau wahyu berusaha pasti wahyu bisa,ayah selalu disini untuk Wahyu,” sang ayah tak henti-hentinya menyemangati sang anak yang mengangguk.
Wahyu berusaha mecoba, menendang bola didepannya dengan kaki kirinya, tapi bola itu tak bergerak dan justru Wahyu yang terjatuh.

“Wahyu!!” Sang ayah menghampiri sang anak cemas, diraihnya tangan mungilnya dibantunya berdiri, kemudian sang ayah mengobati luka dilutut kaki wahyu yang kesakitan.
Dika mengalihkan padangannya, menengok kekiri, pemadangan itu hanya membuatnya iri.

“Cinta ingin ice Krim?”
Lagi-lagi kemesraann ayah dan anak terlihat jelas didepan matanya.
Anak perempuan seusianya yang tak dapat melihat hanya mengangguk pelan mendengar pertanyaan sang ayah yang meggenggam tangannya.

“Dua yah, stawberry dan vanila,” Cinta berkata Riang pada sang ayah yang tersenyum.
Lagi-lagi Dika membuang nafasnya berlahan, setiap hari memang inilah yang selalu dilihatnya setiap kali tiba disekolah.
Tuhan, kapan Dika bisa seperti ,mereka, bermain bola bersama ayah dan ayah membelikan Dika ice krim??
Apa Dika dosa tuhan, jika Dika iri sama mereka???

Dika melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar orangtuanya, bola bundar itu masih dalam dekapannya, rencananya Dika ingin mengajak sang ayah bermain bola, siapa tau kali ini ayahnya tak menolak seperti kemarin-kemarin.

Dika telah tiba didepan pintu kamar, menatap kedalam ruangan yag kebetulan terbuka, dilihatnya sang bunda dan ayahnya yang sedang berdebat. Dika terdiam dan mendengarkan setiap kkata yang mereka debatkan.

“Sampai kapan kau akan sekejam itu pada Dika, ingatlah Ray dia itu anakmu,” Ria berkata keras, ia menatap Suaminya yang berdiri memebelakanginya.
Kedua tangan Ray ia tekuk da letakka didada, “Sudah berapa kali aku katakan, anak bisu itu bukan anakku.”
Mata Dika berkaca-kaca saat pendengar perkataan Ray itu, Bola dalam genggamannyapun terjatuh seketika.

“Tapi Dika sangat mencintaimu, aku mohon jangan lukai Dika lagi Ray,” Suara Ria mulai bergetar, tapi Ray tak peduli, hati dan perasaannya tetap enggan mengakui Dika sebagai anaknya.

“Aku tak butuh semua perhatiannya, Dia itu bisu, apa yang bisa kubanggakan dari anak bisu sepertinya, dia hanya membuatku susah.”

“Ray, kau sungguh tak berhati.” Ria mengepalkan tangannya kesal, ingin sekali ia meampar wajah suaminya itu, tapi ia tak mampu.

“Katakan padanya untuk berhenti bersikap baik padaku, aku tak akan mencintainya sebelum ia benar-benar bisa berbicara.”

Diary Dika
Tuhan, sekarang Dika sadar kenapa ayah benci Dika, karena Dika bisu, benarkan Tuhan??
Ayah malu punya anak bisu macam Dika, ayah akan mencintai Dika jika dika udah bisa berbicara.
Dika bisu dan dika sadar selamanya Dika tak akan pernah bisa bicara.
Itu berarti selamanya ayah tak akan sayang sama Dika.
Tapi tunggu, bukankah keajaiban itu ada??
Tuhan, Dika pingin banget bisa bicara, dan bilang kalau Dika sayang ayah dan bunda.
Sehari ajah tuhan, Dika mohon.setelah itu dika bisu lagi juga gak apa2
Asal ayah bisa dengar kalau dika sayang ayah..
Dika percaya keajaiban karena Dika percaya Tuhan itu ada..


============================

“Bagaimana keadaan putra saya Dok?” Tanya Ria pada seorang Doktor yang menangani Dika.
Satu jam setelah Dika mencurahkan perasaannya pada Tuhan, ia merasakan sakit dikepalanya, karena tak ingin membuat sang bunda cemas, Dika memilih untuk tak menceritakan semuanya.
Dika membaringkan tubuhnya diranjang, sakit dikepalanya semakin terasa, ia menutup matanya berlahan, sebelum semuanya hitam dan gelap, Dika pingsan.

“Kondisi putra ibu sangat mengkawatirkan, putra ibu terkena tumor otak, dan kemungkinan sembuh sangatlah minim,”
Seketika tubuh Ria melemas mendengar pengakuan sang doktor, bagaimana bisa anaknya yang masih sangat kecil terserang penyakit mematikan seperti ini.

Ria terduduk disamping ranjang Dika, ditatapya Dika yang tertidur pulas, mungkin ia sangat lelah.
Ria mengelus lembut rambut hitam Dika, air matanyapun tak kuasa ia teteskan.

“Dika jangan takut, semuanya akan baik-baik saja, Bunda akan selalu disamping Dika sampai kapanpun, kalaupun nanti Dika pergi, Dika gak usah cemas, disana Tuhan pasti akan menjaga Dika, apapun yang dika minta pasti Tuhan beri,tapi Dika harus tetap kuat dan tersenyum.” Ria menghapus air matanya yang terjatuh, dengan lembut diciumnya kening Dika yang dingin.

“Bunda sayang Dika.”
Matanya memang terpejam tapi dengan jelas Dika mendengar setiap kata yang diucapkan sang bunda.

Diary Dika
Tuhan tumor otak itu apa?
Apa penyakit itu sangat parah??
Kalau tidak, kenapa bunda nangis waktu cerita tentang penyakit Dika?
Kenapa Doktor bilang sama bunda, umur Dika gak akan lama lagi??
Apa itu berarti Dika akan pergi??
Pokoknya Dika gak mau pergi, sebelum ayah sayang sama Dika.
Titik...

==============================

Dengan perasaan tak menentu, Ray melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah Dika, matanya menatap sekeliling, menyaksikan beberapa orangtua yang menunggu anaknya pulang sekolah.
Ini kali pertama ray menyembut Dika sepulang sekolah, kalau saja Ria tak meohon padanya dan menangis mungkin selamanya ia tak akan pernah menginjakkan kakinya disekolahh yang penuh dengan ketidaksempurnaan.

“Kamu pasti ayahnya Dika?” seorang perempuan seusia Ria berdiri didepannya, Ray mengangguk pelan.
“Tau dari mana?” tanyanya bingung.

Wanita itu tersenyum tipis, “Saya Lisa, gurunya Dika, dika cerita banyak tentang ayahnya yang tampan dan baik hati.”
Ray menghernitkan keningnya bingung, tampan dan baik hati, bagaimana bisa dika berkata seperti itu, mengingat dirinya yang selalu kasar pada Dika.

“Dika Bisu, dia gak mungkin mengatakan saya baik dan tampan.”
“Dika memang bisu, tapi dia tidak buta,” Lisa meraih sesuatu dari tas hitamnya, secarik kertas putih yang langsung ia sodorkan pada Ray.
“Dika selalu menulis dikertas itu, saat ingin berkomunikasi dengan saya.”
Berlahan Ray membacanya.

Bu guru ayah Dika tampan Loh, gak kalah dech ama david bekam (David beckham maksudnya),,
Selain itu ayah dika juga baik loh bu, walaupun ayah gak pernah nganter Dikka sekolah, tapi Dika tau suatu saat nanti pasti ayah mau jemput Dika pulang sekolah, terus main bola bareng Dika dan beliin Dika es krim...
Bu guru nanti kalau ketemu sama ayah Dika, bu guru gak boleh naksir yahh, Dika tau bu guru pasti jatuh cinta ama ayah dika yang ganteng dan baik, tapi ayah Dika udah punya bunda, bunda dan ayah akan selalu selamanya,,,

Bu guru, Dika sayang banget sama mereka... Dika pingin selamanya disisi mereka..
Disisi bunda Dika yang cantik dan ayah Dika yang baik dan ganteng...
Oh yah, Dika mau ucapin makasih ama bu guru, yang udah setia degerin setiap cerita Dika..
Dika juga sayang bu guru, nanti kalau Dika pergi, bu guru jangan lupain Dika yah, dan maaf kalau Dika punya banyak salah sama ibu.
bu guru, nanti kalaiu Dika benar-benar pergi, bu guru jangan cerita sama ayah yah, kalau Dika sering cerita tentang ayah, Dika gak mau ayah marah dan benci Dika,
Ini cukup jadi rahasia kita yah bu, Dika percaya sama bu guru.
Bu guru percayakan ayah Dika ganteng dan baik???

Entah mengapa setelah membaca semua yang dituliskan Dika diselembar kertas putih itu, air mata Ray seketika terjatuh.
Ini kali pertama Ray menangis, dan ia menangis karena Dika, mungkinkah ia telah menyadari kesalahan besar yang selama ini ia lakukan pada Dika??
Ia mengkapus air matanya, melipat kertas putih itu dan mengembalikannya pada Lisa yang langsung menerimanya.

“Saya tau, anda selalu kasar pada Dika, tapi saya salut, sebesar apapun anda membencinya, sedikitpun Dika tak pernah membenci anda, seharusnya anda bangga pada Dika, Dia adalah malaikat kecil yang tak berdosa,” Lisa menatap kearah Dika yang berlari kearah keduanya, dika tersenyum senang mendapati ayahnya menjemputnya.

Dika segera memeluk Ray senang sesampainya disana, Ray terdiam tak bersuara.
Dika memang sering memeluknya seperti ini, tapi kali ini pelukan itu begitu hangat dan nyaman, berlahan Dika melepaskan pelukannya.
Dika menatap Lisa yang buru-buru measukka kertas ditangannya kembali ketas hitamnya, ia tersenyum tipis pada Dika yang mencoba menuliska sesuatu pada kertas kecil yang diraihnya dari saku seragamnya. Tak beberapa lama kertas itu telah berpindah ketangan putih Lisa.

Bu guru, ayah Dika ganteng kan??

Lisa tersenyum lebar saat mendapati apa yang dituliskan murid kesayangannya itu. Lisa mengembalikan kertas itu kembali pada Dika, setelah ia menulis balasan untuk Dika dikertas putih itu. Ray menatap keduanya yang masih berkomunikasi lewat kertas.
Iya, ayah Dika tampan.. sangat tampan...

Iya sangat tampan dan baik, Dika bangga jadi anak ayah, sekarang teman-teman Dika pasti iri sama Dika , karena Dika punya ayah yang tampan dan baik.

Mereka yang sehharusnya bangga memiliki anak sepertimu Dika, ibu bangga padamu.

Terimakasih, Dika sayang BU GURU.

Ibu juga sayang Dika.

===============================

Sepajang perjalanan pulang, Rey terus menatap Dika yang berjalan disampingnya, senyuman senang tak pernah lepas dari bibirnya.
Dika melompat-lompat kecil, menendang pelan setiap krikil didepan kakinya, sesekali ia tersenyum pada sang ayah yang menatapnya tajam.

“Kamu kenapa?” Tanya Ray sembari berhenti dipinggir trotoar yang diikuti langsung oleh Dika.
Dika tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya, senyum manis masih menghiasi bibirnya.
Beberapa mobil dan kendaraan lainnya berlalu lalang didepan mereka, hingga lampu lalu lintas itu berubah warna merah, semua kedaraanpun terhenti..
Dika meyebrang santai disamping kiri Ray, Ray menatapnya sejenak, beberapa manusia ikut menyebrang bersama mereka, setibanya ditengah Ray mencoba meraih tangan Dika dan menggenggamnya.
Dika terdiam tak percaya, ini kali pertama sang ayah menggenggam tangannya, hati kecilnyapun berlonjak-lonjak kegirangan.
Hingga akhirnnya mereka sampai diseberang, sepanjang perjalanan tangan Ray tak pernah lepas dari jemari kurus Dika, merekapun tiba disebuah taman yang cukup besar, dan berhenti.
Taman ini memang selalu Dika lalui setiap kali pulang sekolah bersama bunda, dan taman inilah tepat Dika melepas kegundahan hatinya.

“Kamu mau ice krim?”Tanya Ray saat mendapati tukang Ice krim yang tak jauh dari tempat berdiri mereka, dengan cepat Dika mengangguk.
Ray melepas pegangan tangannya, “Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana!” seru Ray lagi pada Dika yang kembali mengangguk, Raypun segera berlalu menghampiri sang penjual ice krim.
Tak beberapa lama Ray tiba dengan ice krim coklat ditangannya, disodorkannya ice krim itu pada Dika sesampainya disamping anaknya. Dika meraihnya dan langsung menyantapnya. Untuk kali pertama Ray tersenyum tipis melihat Dika yang dengan lahapnya menyantap ICE Krim pemberiannya.Merekapun sempat bermain bola, sebelum kembali kerumah.
Entah mengapa hari ini sikap ray, sangat jauh berbeda, iapun tak malu megenalkan dirinya sebagai ayah Dika pd beberapa orang yang menanyakan mereka.
Dika tak menyangka apa yang ia impikan selama ini ternyata terwujud.

Dika terduduk dimeja belajarnya, kepalanya kembali terasa sakit, tapi ia tak peduli, ia berusaha menulis, mungkin itulah tulisan terakhirnya..

Tuhan, tadi ayah jemput Dika disekolah, Dika bahagia banget, teman-teman Dika pada iri kaarena ayah dikka ganteng.
Ayah juga bersedia main bola bareng Dika dan beliin Dika ice krim,
Pokoknya hari ini adalah hari terindah Dika.
Terimakasih tuhan, karena sekarang ayah Dika udah gakk benci lagi sama Dika.
Sekarang Dika udah siap pergi.

Dika berhenti meNulis sejenak, mengurut kepalanya pelan dengan kedua tangan kecilnya.
Tuhan, kenapa kepala dika sakit banget, apa sekarang Dika benar-benar harus pergi??
Walaupun berat tapi dika terima kok, ini pasti yang terbaik untuk Dika.
Eh tapi tunggu, Dika mau nyampein dulu sesuatu.
Buat bunda, bunda adalah bunda terbaik diseluruh dunia,terimakasih untuk seMuanya.
Dika sayang sayang sayang banget sama bunda.
Dan untukk ayah, ayah taukan kalau dika sayang-sayang banget sama ayah,
Ayah janji yah gak akan ngelupain Dika.
Dika harus pergi karena Tuhan nunggu Dika disurga, apapun itu ayah harus tetap tersenyum dan jangan buat bunda Dika sedih yah..
DIKA SAYANG AYAH DAN BUNDA.
Permintaan terakhir Dika Cuma satu ya Tuhan...
Dika pingin banget punya adik, biar bisa nemenin bunda sama ayah dirumah.

===========================

Dika memang tak dapat bicara, cara inilah yang ia lakukan untuk dapat berkomunikasi dengan Tuhan-Nya,dan pada usia 11tahun2bulan10hari, Dika menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan senyum yang menghiasi wajah pucatnya.
Ray membaca semua yang ditulis oleh Dika pada diary biru itu,hatinya seketika tersentuh dan menyesali semua perbuatan kasarnya pada Dika.
Ray melihat gambar buatan tangan Dika dibagian akhir buku, lukisa seorang anak laki-laki yang bergandengan tangan dengan seorang lelaki bertubuh tinggi, dibawah gambar itu terdapat sebuah tulisan kecil...
Dika dan ayah...!!
Dika akan selalu menggenggam tangan ayah, sampai ayah tua nanti.

Ray tak kuasa meneteskan air matanya,bagaimanabisa ia menyia-nyiakan anak sebaik Dika.
Ditatapnya sekeliling kamar Dika yang kini seakan sepi, padahal biasanya setiap Ray pulang kerja ia selalu saja mendengar Dika yang sibuk menghafal kunci gitar, bayangan Dika tersenyum, tertawa berlari kecil megelilingi Ray, terliang jelas dimatanya.
Semuanya telah terlambat, dika telah pergi dan ia tak akan kembali lagi.
Ditaruhnya bbuku itu diatas meja belajar Dika, lalu Ray meraih kkotak sepatu yg sempat ia tolak dari Dika, ray terduduk dipinggir ranjang Dika, dan mecoba menjajalkan sepatu hitam itu, sedikit kebesaran memang, tapi Ray sangat menyukainya.

“terimakasih Dika untuk semuanya, dan maaf bila selama ini ayah selalu kasar sama kamu, ayah menyesal telah melakukan semua itu, mungkin ayah adalah orangtua terkejam didunia ini, seharusnya ayah yang menggandeng tangan Dika dan nganterin dika sekolah, tapi justru ayahlah yang selalu membuat Dika menangis, seharusnya ayah saja yang pergi, bukan kamu dika, jalan kamu masih panjang, masih banyak ,mimpi yang harus kamu raih, Ayah sayang Dika.kamu dengar itu Dika, AYAH SAYANG DIKA.”
Air matanya mengalir bersama dengan suaranya yang bergetar.
Walaupun terlambat,tapi Dika cukup bahagia, karena sekarang ia tau, bahwa ayahnya sangat menyayanginya.
Kini senyuman yg selalu menghiasi keluarga kecil itu telah pergi, hanya tinggal kenangan manis disana. When the Smile’s Gone, you never know where to found it again?

5THN Kemudian..

Doa terakhir dika untuk memiliki adik akhirnya terkabulkan, setengah tahun setelah kepergian Dika, Ria dinyatakan hamil, Sembilan bulan kemudian, Ria melahirka bayi prempuan yang sangat manis, yang selalu mereka panggil Diana.
Kini diana tubuh menjadi anak yang cukup lincah, wajahnya tak jauh beda dengan Dika, ia selalu menampakkan senyum dibibir tipisnya.
5tahun berlalu sudah, walau sulit, kenangan tentang Dika sedikit terlupakan dengan kehadiran Diana.
Tapi sampai kapanpun, Dika tetaplah senyum untuk Ria dan Ray.

Friday

Berawal dari sebuah persahabatan

   HAI GUYS. hari inii cerah bgt yaa...... saking cerahnya keluar air dan banjiiiirr(?) nih ada cerita new. hahahaha. cekidot!!


...
...
...

Di suatu sekolah yang ku anggap tempat di mana aku bisa mengungkapkan segala ekspresi kehidupan di dalamnya, ternyata sekolah menjadi tempat yang indah untuk menemukan cerita-cerita indah yang bisa untuk dikenang. Selain sebagai tempat untuk menemukan segudang ilmu di sekolah juga menjadi tempat untuk kita menemukan berbagai jenis dan sifat teman yang kita jumpai, sesosok teman menjadi sebuah keindahan dalam menjalani kehidupan ini, selain itu di lingkungan sekolah kita juga dapat menemui benih-benih cinta yang akan tumbuh menjadi indah. Di sini lah ku mulai cerita itu.


Di suatu kelas yang amat seru dan mengasikan aku duduk bersama seorang sahabat yang telah ku kenal kelas sejak kelas 1 SMA yang bernama Randy. Kini kami telah duduk di kelas 2 SMA Negeri Jakarta. Aku telah berteman dengannya sejak kelas 1 SMA, entah mengapa di kelas 2 aku sekelas lagi dengannya.

Pada saat pelajaran berlangsung tiba-tiba seorang guru piket telah datang ke kelas ku. Guru piket itu datang tidak sendirian, tetapi bersama seorang cwe yang sebelumnya blum aku kenal dan belum juga aku lihat di sekolah ini. Yah, bisa di anggap lumayan cantik lahh cwe itu.
                “Wan, ada cwe tuuuhhhh” Randy memberi tahu padaku
                “Ya gue juga tau itu cwe, gue masih normal masih bisa bedain cwe sama cwo kaleee” gurau ku
                “yeee, biasa ajh kalee kan gue cuma ngasih tau”
Akhirnya guru piket itu menjelaskan kepada seluruh siswa di kelasku bahwa cwe yang telah datang bersamanya itu adalah murid baru yang telah mendaftarkan diri untuk bersekolah di sini.
                “Selamat pagi anak-anak” sapa guru piket itu
                “PAGIIIII BUUUU” jawab seluruh siswa di kelas ku
                “Oke, pagi ini kalian telah kedatangan siswa baru yang baru saja pindah dari Bandung, semoga kalian semua bisa berteman dengan baik bersamanya”
                “Selamat pagi teman-teman, nama ku Riska yang baru saja pindah dari Bandung. Semoga teman-teman dapat menerima saya dengan baik di sekolah ini” sapa cwe itu memperkenalkan diri

Semua teman-teman kelas ku pun mendengarkan dengan baik sedikit cerita mengenai sekolahnya di Bandung sebelum ia duduk untuk melanjutkan pelajaran.
                “Baik lah anak-anak itu lah sedikit cerita dari Riska. Semoga Riska dapat membagi pengalaman baiknya dengan teman-teman yang ada di sini”
                “Baik Bu” jawab Riska singkat
                “Wandi, bangku depan kamu ada yang kosong di situ ada yang menempatkan apa tidak ?” tiba-tiba guru piket itu bertanya pada ku
                “i..iiya bu, kosong ko bu” jawabku ragu-ragu karena dari tadi aku sedang memperhatikan wajah Riska yang cantik.
                “Yasudahhh Riska duduk di depan Wandi saja. Wandi, kamu jaga Riska baik-baik”
                “Oke deeehhhhh Buuuuu” jawab ku semangat

Akhirnya Riska pun jalan menghampiri bangku tempat duduknya yang telah di tentukan tepatnya di depan tempat duduk ku.
                “Hai Wandiii” sapa Riska sambil menyodorkan tangannya pada ku
                “Hai Riska, salam kenal yahh” aku pun menggapai tangannya
                “oh iya kenalkan juga teman ku ini namanya Randy” aku sambil menoleh kepada Randy
                “Hay” Jawab Riska singkat
                “hay juga” jawab Randy
.............

Tak terasa bel istirahat pun berbunyi aku berniat untuk mememui Riska, karena aku yakin Riska blum mempunyai teman semenjak dia pindah untuk bersekolah di sini semenjak pagi tadi. Aku pun mengajaknya untuk pergi ke kantin.
                “Riska, kamu ga ke kantin ??” tanya ku
                “engga, aku lagi males ke kantin, boleh ga aku nemenin kamu istirahat”
                “hmm, boleh ko”

Akhirnya aku pun bercerita panjang lebar bersamanya, menceritakan segala sesuatu mulai dari sekolah ,teman, dan hal lainnya mengenai suasana dan kondisi di sini. Riska pun juga menceritakan hal serupa kepada ku mengenai suasana dan kondisi yang ada di Bandung. Sungguh mengasikan bisa dekat dengan Riska walaupun baru pertama kali aku dekat dengannya.
................

Tak terasa aku dekat dengan Riska sudah hampir satu bulan ini aku telah memendam rasa dengannya. Aku pun berharap Riska juga memiliki rasa yang sama dengan ku, tapi aku belum bisa mengungkapkannya.
                “Wan,lo suka sama Riska yahh ??”
                “Kok lo bisa tau ??”
                “Udah deehh gak usah ngelak gue mah udah tau sikap temen gue sendiri hehehe”
                “Oke,thanks bro. Tapi gue lagi bingung niihh gimana caranya gw nembak dia, lagian gw juga deket sama dia baru sebulan”
                “Yaelah sebulan itu ga sebentar bro, udah tembak ajh entar keburu di ambil orang lohh”
                “Bener juga tuuhh”

Akhirnya setelah pulang sekolah hari itu sesampainya di rumah aku memikirkan kata-kata sahabat ku si Randy kalau aku dekat dengan Riska tidak sebentar. Aku pun berniat untuk menembak Riska. Hingga semalaman aku tidak bisa tidur karena aku sedang memikirkan Riska. Untuk menghilangkan rasa memikirkan Riska sekitar pukul 21:00 aku berniat untuk telpon dia, oke aku tau itu udah malam tapi aku ga bisa tidur kalo ga tau kabar dia, hahaha LEBAY yahhh hehehe.
                “Hay Riska”
                “Hay juga Wandi”
                “Kamu blom tdur jam segini ? Emngnya lagi ngapain ?”
                “Hmm blom nih, kamu juga blom tdur ? Aku lagi ada masalah niihh !”
                “Loh masalah apa ? cerita ajh sama aku mungkin aku bisa bantu kamu”
                “Oke deh aku bakalan cerita sama kamu, tapi besok yahh ga enak kalo cerita lewat telpon”
                “Yaudah besok cerita ajh di sekolah ? Oke ?”
                “Oke! Eh Wan, udah dulu yahh udah malem niihh aku mau tidur dulu”
                “Hmm oke dehh, met tdur yah Riska GOOD NIGHT hehehehe :D”
                “Hehe Night to WANDY J”

Akhirnya aku bisa juga mendengar suara Riska dan sedikit mengurangi rasa rindu ku ini, tapi kok aku makin gak bisa tidur karena penasaran dengan masalah yang di alami oleh Riska tadi. Hingga akhirnya aku baru bisa tidur pukul 03:00 dini hari.
...................
 
 “KRIIIIIINGG KRIIIIIINNGGGG KRIIIIINNGGGG” Jam weker di kamar ku pun berbunyi sudah saatnya aku bangun dan siap-siap untuk pergi ke sekolah. Memang cinta itu membuat ku tak terkontrol, akibat aku tidak bisa tidur semalaman mata ku pun terasa berat untuk di buka, tapi mau gimana lagi aku harus melakukan kewajibanku sebagai siswa untuk pergi bersekolah

Ternyata sesampainya di sekolah tepat di depan pintu kelas ku aku melihat seorang wanita yang sedang berdiri di sana, aku tak sadar ternyata itu adalah Riska tak tau kenapa mata ku pun langsung terbuka lebar walau pun mataku terlihat merah.
                “Hai Wandy, kok mata kamu merah ?” Riska menyambutku
                “E...eh Riska, engga ko gapapa” jawabku lemas
                “Hayo knapa ngomong ajah sama aku”
                “Hehe aku kurang tidur semalam Ris ..”
                “Loh aku kira abis telpon-an sama aku semalam kamu langsung tidur, pasti mikirin cwe yahh hayo ngaku hahaha”
                “Hahaha, tau ajh kamu Ris ?!” aku pun tak sadar mengatakan itu
                “Hah ? Siapa Wan ? kasih tau aku dong !”
                “E..eehh engga, aku becanda ko” aku pun mengelak

Aku tak sadar mengatakan itu, hampir saja aku keceplosan mengatakan semuanya kepada Riska tapi sebenarnya memang benar semalam aku tidak bisa tidur karena sedang memikirkan seorang wanita yaitu Riska, tapi aku belum berani mengatakan yang sebenarnya.

Aku pun beranjak ke tempat duduk ku, dan di sana sudah terlihat Randy yang sedang duduk di bangkunya
                “Wan, knapa mato lo merah gitu ?? wahh abis ngintipin cwe yahhh ??” Randy meledek ku
                “Huuusss, enak ajah lo semalem gue ga bisa tidur niihhh gara-gara mikirin Riska”
                “Ciiieee, makin deket ajh lo sama dia kan udah gue bilang tembak ajah dia”
                “Ya gue tau, tapi ga segampang itu juga kan itu semua perlu proses”
                “Bener juga siiihh hehehe”

Bunyi bel tanda masuk di sekolah ku pun berbunyi sebentar lagi pelajaran di sekolah akan segera berlangsung seperti biasa. Jam pertama di kelas ku adalah pelajaran Sejarah, dan pelajaran itu terkenal sebagai pelajaran yang sangat membosankan mungkin itu sama juga yang aku rasakan pada saat ini.
Hingga pelajaran itu berlangsung mata ku pun masih tetap terasa berat untuk terbuka, suasana makin mendukung pada saat pelajaran Sejarah sedang berlangsung. Tak terasa aku pun tertidur saat pelajaran hingga akhirnya guru Sejarah yang sedang mengajar mengetahui aku sedang tertidur pulas di meja ku. Dengan logat Medan nya guru itu membangunkan ku.
                “Hey Randy, bangunkan teman sebelah kau itu yang sedang tertidur”
                “Ehhhh Wan bangun, di panggil Pak Tigor tuuhh” Randy pun membangunkan ku dan aku langsung bangun sambil mengusap mata ku yang dari tadi pagi sangat mengantuk
                “Hey Wandy, berapa skor pertandingan Chelsea vs MU semalam ?”
                “3-2 Pak, eehhh” aku pun menjawab reflaek pertanyaan dari Pak Tigor
                “HAHAHAHAHA” teman-teman di kelas ku pun tertawa semua tak luput  Riska dan Randy pun juga ikut menertawakan ku
                “Sudah-sudah, cepat kau ke toilet dan kau cuci muka kau yang sangat lecek itu”
                “Baik Pak ..”
                “Jangan tertidur lagi kau di toilet”
                “HAHHAHAHAHA” lagi-lagi teman-teman di kelasku tertawa akibat lelucon dari Pak Tigor

Dan aku pun pergi ke toilet dan langsung mencuci muka ku yang sangat mengantuk, setelah mencuci muka aku langsung bercermin di kaca yang ada di toilet itu dan aku berfikir, sepertinya wajah ku juga ga jelek-jelek banget dan gaya ku juga lumayan keren, kenapa aku juga belum berani mengatakan dan mengungkapkan semua perasaan ku pada Riska tapi aku juga berfikir dengan kata-kata yang aku ungkapkan sendiri kepada Randy kalau semua itu perlu proses. Tapi ada sebersit  aku berfikir apakah aku pantas untuk Riska ?? Kata-kata itu yang terus membayangi ku hingga aku sampai di tempat dudukku di kelas. Semua yang aku pikirkan tadi hilang seketika saat aku mulai konsentrasi ke pelajaran.

Sejak dari awal pelajaran di mulai aku sangat memikirkan apa yang sebenarnya akan di ceritakan oleh Riska pada ku.
                “Ris, sebenarnya kamu mau cerita apa sihh ??”
                “Entar ajah ceritanya, masih belajar niihh !”
                “Hmm, yaudah dehh entar pulang sekolah ikut aku ajh yahh ??”
                “Mau ngapain ?”
                “Udaaaahh, entar ikut aku ajh sekalian kamu ceritain masalah itu”
                “Hmm, oke deeehh”
Tadinya aku mau mengajaknya untuk pergi ke suatu taman yang sangat idah di dekat komplek, untuk mengungkapkan perasaan ku yang sebenarnya pada Riska, tetapi aku juga penasaran apa yang akan di ceritakan pada ku.

Pada saat bell tanda pulang berbunyi aku langsung mengajak dan tak sengaja aku menggandeng tangannya, setelah berapa detik aku batu menyadarinya. Saat aku melihat ke arah Risaka dia pun terlihat tersenyum saat aku menggandengnya. Sungguh cantik wajah Risaka saat dia sedang senyum yang membuat aku semakin yakin aku akan mengatakan isi hati ku hari itu juga.
Setelah sampai pada tempat tujuan, aku ko jadi gugup padahal sebelumnya aku udah yakin banget untuk mengatakan ini semua. Seharusnya aku yakin ajh suasananya pun udah meyakinkan banget. Yaudah deh aku buka pembicaraan ajah dulu.
                “Ris, emm..mmm”
                “Kenapa Wan ?? Ko kayanya gugup gtu ?”
                “Ehh, ga jadi dehhh”
                “Loh ko ga jadi ?”
                “Kamu duluan ajah deeh, katanya kamu mau cerita”
                “Ayo lah Wan ngomong ajh, aku ga mau cerita kalo kamu blom cerita”
                “Mulai dari pertama kali aku bertatap muka sama kamu, aku ngerasain ada seseuatu yang beda. Setelah kita udah berteman selama lebih dari satu bulan ini aku merasakan suka sama kamu.  Aku ga tau juga perasaan kamu ke aku sama ato engga, aku ga berharep kamu juga suka sama aku dan bisa terima aku tapi yang aku pengen kamu tau perasaan aku yang sebenarnya. Aku sayang Ris.”
                “Loh ko jadi aneh yahh ?”
                “Aneh knapa Ris ? Aku salah yah suka sama kamu ?”
                “Bukan itu Wandy sayang, sebenarnya aku mau cerita kalo aku juga sayang dan suka sama kamu yang kamu ceritain tadi juga yang mau aku ceritain ke kamu, sebenarnya aku ga berani ngungkapin duluan semuanya ke kamu karena aku cwe ga mungkin aku ngungkapin duluan ke kamu, ini ajh aku di paksa sama Randy untuk mengungkapkan semuanya ke kamu, tapi kamu udah ngungkapin duluan ke aku barusan. Aku tuh selalu curhat sama Randy tentang kamu. Tapi kamunya yang ga pernah respon perasaan aku. Aku juga sayang kamu Wan.”
                “Loh jadi selama ini kamu deket sama sahabat aku toohh. Hmm, yaudah ka kita udah tau perasaan masing-masing, kamu mau ga jadi pacar aku ??”
                “Iya aku mau jadi pacar kamu”

Betapa senangnya peraasan aku saat itu, ternyata selama ini Riska memiliki perasaan yang sama dengan ku. Semua yang dia rasain juga sama yang aku rasaain selama ini. Pada akhirnya aku bisa mendapatkan Risaka untuk jadi pacar ku. Semua ini tak terlepas dari sahabatku Randy yang bisa meyakinkan aku dan Riska untuk mengungkapkan perasaannya masing-masing, memang dia sahabat yang baik, sahabat yang bisa mengerti perasaan sahabatnya sendiri. Keesokan harinya aku berterima kasih kepada Randy, dia pun merasa senang atas hubungan ku dengan Riska dan dia mengucapkan selamat pada ku. Semoga hubungan persahabatanku pada Randy bisa berjalan lama dan baik. Selain itu juga semoga hubungan ku dengan Riska dapat terjalin dengan baik juga, karena hubungan ku dengan Riska berawal dari sebuah persahabatan yang tumbuh menjadi cinta.
THE END

Memang hidup itu ga terlepas dari hubungan persahaban dan masalah percintaan, emng siihh kadang-kadang di dalam hubungan persahabatan dan percintaan itu pasti selalu ada masalah atau konflik. Anggep ajah itu semua sesuatu hal yang dapat memberi pelajaran dalam manjalani sebuah hubungan untuk menjadi lebih baik lagi. Jaga terus sahabat kita dengan adanya sahabat kita bisa share semua masalah yang kita alami atau dalam segala hal. Selain itu tumbuhkan rasa cinta dalam diri kita, karena cinta yang membuat hidup kita menjadi indah. Cinta bukan hanya kepada seorang kekasih, tetapi bisa kepada sahabat, keluarga atau siapa pun itu. CHEERS GUYS !!!
 
 
 

Sebuah Janji

Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

Dear wina,

Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.


“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.
***

Kakak Beradik

Roy Angel adalah pendeta miskin yang
memiliki kakak seorang milyuner.

Pada tahun 1940,
ketika bisnis minyak bumi sedang mengalami puncak,
kakaknya menjual padang rumput di Texas pada
waktu yang tepat dengan harga yang sangat tinggi.
Seketika itu kakak Roy Angel menjadi kaya raya.
Setelah itu kakak Roy Angel menanam saham pada perusahaan besar
dan memperoleh untung yang besar.

Kini dia tinggal di apartemen mewah di
New York dan memiliki kantor di Wallstreet.

Seminggu sebelum Natal , kakaknya menghadiahi Roy Angel
sebuah mobil baru yang mewah dan mengkilap.

Suatu pagi seorang anak gelandangan
menatap mobilnya dengan penuh kekaguman.

"Hai.. nak" sapa Roy
Anak itu melihat pada Roy dan bertanya
"Apakah ini mobil Tuan?"
"Ya," jawab Roy singkat.
"Berapa harganya Tuan?"
"Sesungguhnya saya tidak tahu harganya berapa".
"Mengapa Tuan tidak tahu harganya, bukankan Tuan yang punya mobil ini?"
Gelandangan kecil itu bertanya penuh heran.
"Saya tidak tahu karena mobil ini hadiah dari kakak saya"

Mendengar jawaban itu mata anak itu melebar dan bergumam,
"Seandainya. ...seandainya. ..."

Roy mengira ia tahu persis apa yang didambakan anak kecil itu.
"Anak ini pasti berharap memiliki kakak yang sama seperti kakakku."

Ternyata Roy salah menduga, saat anak itu melanjutkan kata-katanya:
"Seandainya. .. seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu....."

Dengan masih terheran-heran Roy mengajak anak itu berkeliling dengan mobilnya.
Anak itu tak henti-henti memuji keindahan mobilnya.
Sampai satu kali anak itu berkata,"Tuan bersediakah mampir ke rumah saya ?
Letaknya hanya beberapa blok dari sini".

Sekali lagi Roy mengira dia tahu apa yang ingin dilakukan anak ini.
"Pasti anak ini ingin memperlihatkan
pada teman-temannya bahwa ia
telah naik mobil mewah." pikir Roy .

"OK, mengapa tidak", kata Roy sambil menuju arah rumah anak itu.

Tiba di sudut jalan si anak gelandangan
memohon pada Roy untuk berhenti sejenak,
"Tuan, bersediakah Tuan menunggu sebentar? Saya akan segera kembali".

Anak itu berlari menuju rumah gubuknya yang sudah reot.

Setelah menunggu hampir sepuluh menit,
Roy mulai penasaran apa yang dilakukan
anak itu dan keluar dari mobilnya, menatap rumah reot itu.

Pada waktu itu ia mendengar suara kaki yang perlahan-lahan.
Beberapa saat kemudian anak gelandangan itu keluar
sambil menggendong adiknya yang lumpuh.

Setelah tiba di dekat mobil anak
gelandangan itu berkata pada adiknya:
"Lihat... seperti yang kakak bilang padamu.
Ini mobil terbaru. Kakak Tuan ini menghadiahkannya pada Tuan ini.
Suatu saat nanti kakak akan membelikan mobil seperti ini untukmu".

Bukan karena keinginan seorang anak
gelandangan yang hendak
menghadiahkan mobil mewah untuk adiknya
yang membuat Roy tak dapat menahan haru pada saat itu juga,
tetapi karena ketulusan kasih seorang kakak yang
selalu ingin memberi yang terbaik bagi adiknya.

Seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu.

Kisah ini diambil dari sebuah kisah
nyata yang ditulis dalam sebuah buku
"Stories for the family's heart" by Alice Gray.

Bagi saya kisah ini sangat menyentuh dan
membuat kita mengerti untuk selalu mengasihi orang lain.

Berikanlah yang terbaik bagi orang yang
anda kasihi selagi anda bisa,
atau anda akan menyesal seumur hidup anda.